Monday, December 22, 2003

Cala Ibi

Membaca Cala Ibi itu, bagi saya, seperti membaca puisi yang panjaaaaaang sekali. Bukan kumpulan puisi, tapi SATU puisi yang sambung-menyambung dari halaman pertama sampai ¾ bukunya (ga berani bilang sampai akhir karena memang belum selesai baca). Kadang larut, lain waktu malah ngos-ngosan. Baca Cala Ibi itu seperti makan kuaci. Ga bisa cepat-cepat. Eh, makan kuaci bisa cepet ding, kalau mau sama kulit2nya. Tapi kan jadi nggak afdal (dan nggak baik buat pencernaan ;> ). Baca Cala Ibi itu -kalau buru2- seperti nekan pedal gas dalam-dalam, tapi mobilnya masih gigi dua. Maksa, dan nggak jadi cepet juga. Membaca Cala Ibi itu, bagi saya -sekali lagi-, seperti melatih kesabaran. Kalau Aa' Gym pernah bilang, "Belajarlah menikmati proses", sekarang saya kayaknya dapat satu jalan (lagi) untuk belajar. Belajar untuk mengikuti perlahan-lahan dan menikmati aja halaman yang di depan mata. Belajar menahan rasa penasaran tentang apa yang bakal terjadi selanjutnya atau bagaimana ceritanya berakhir atau what the big picture is all about. Entah kenapa, beda dari buku-buku sebelumnya, tingkat penasaran saya terhadap buku ini lebih tinggi. Sama sekali nggak bisa menebak maksud si penulis atau ke mana dia akan membawa saya, pembacanya. Dan sebelnya, nggak bisa nebak-nebak pula! Terlalu rumit, terlalu beda, untuk ditebak. Well, for what it's worth, I...like the book. LIKE? Hmmm.. Or let just put it this way: Saya suka cara Nukila Amal menuturkan Cala Ibi. Lain aja, segar, orisinal. Saya suka dan terheran-heran dengan imajinasinya. Saya IRI dengan cara dia merangkai abjad jadi kata jadi kalimat jadi paragraf jadi satu kesatuan cerita. Mengenai isi ceritanya sendiri, saya belum bisa ngomong karena belum selesai baca. Tapi sejauh ini, ceritanya justru saya kasih poin paling kecil dibanding aspek-aspek lain di atas. (ciieeeeehh..eyiiii.. hehe, nggak tahan nih kl ga ngomong cieh)

No comments: