Friday, July 27, 2007

Akeelah and the Bee

"You know that feeling when everything feels right? When you don't have to worry about tomorrow or yesterday, but you feel safe and you kno you're doing the best you can? There's a word for that kind of feeling. It's called love. L-O-V-E."

Kadang-kadang nggak perlu film yang super-duper bagus, masuk box office dan dipuji banyak kritikus untuk membuat kita tersentuh.
Itu yang saya alami saat menonton film ini: "Akeelah and the Bee."

"Akeelah and the Bee", jenis film anak-anak dan ABG yang dulu sering saya tonton di layar RCTI waktu tayangan RCTI baru bisa dinikmati dengan dekoder. Ceritanya sederhana, endingnya tertebak dan penokohannya agak klise, tapi saya tetap suka. Lho, jadi suka apanya dong, ya? Hehehe...

Akeelah, gadis hitam manis berusia 11 tahun yang kurang perhatian. Ayahnya sudah meninggal, ibu dan kakak perempuannya sibuk. Akeelah sangat suka mengeja. She had something with words. Dia bisa mengeja kata-kata sulit yang belum tentu bisa dilakukan oleh anak-anak lain yang lebih tua atau orang dewasa sekalipun. Dengan mengeja, dia bisa melupakan kesedihannya karena ditinggal ayah.

Singkat cerita, karena desakan kepala sekolahnya, Akeelah akhirnya ikut kompetisi mengeja. Dibimbing Dr. Larabee -mantan dosen UCLA-, Akeelah maju dari tingkat lokal sampai nasional. Segala konflik, masalah serta hal-hal menyenangkan silih berganti muncul dalam kurun waktu itu.

Saya menonton Akeelah saat Pendar sedang tidur suatu siang. Ini namanya kemewahan. Sekarang saya sulit sekali menemukan waktu untuk menonton DVD. Baru 3/4 film berjalan, Pendar tahu-tahu melek. Waduh...
Tapi ternyata putri saya memang anak baik. Saya dudukkan dia di samping saya. Saya beri 'kotak isi segala rupa' yang memang sering dia acak-acak. Dan dia duduk tenang sampai film berakhir. Terkadang ikut melihat ke televisi, tapi kemudian sibuk sendiri lagi. Sekali-kali saya peluk dia sambil ikut-ikutan Akeelah mengeja. "Ayah: A-Y-A-H. Bunda: B-U-N-D-A. Pendar: P-E-N-D-A-R! P-E-N-D-A-R! P-E-N-D-A-R!" Pendar tertawa-tawa saat namanya dieja. Oh, how i love my baby girl.

Anyway, saya suka Akeelah and the Bee. Film sederhana, seperti hidup saya, tapi semua pemerannya bermain bagus sesuai porsinya. Saya suka Javier -sobat cowok Akeelah sekaligus lawannya dalam kompetisi mengeja. Duh, itu anak kalau sudah besar pasti ganteng. Huehehehe...
Saya suka karena film ini menghibur dan juga mendidik. Dia mengingatkan saya untuk tidak takut... pada diri saya sendiri. Dia mengingatkan bahwa ketakutan terbesar kita bukan karena kita tidak mampu, tapi justru karena sebaliknya. Dan kita merendahkan diri dengan berpikir 'siapalah saya'.

Saya suka happy ending.
Dulu saya justru suka sad ending, tragic ending. Tapi seiring usia dan banyaknya kenyataan hidup yang saya lihat dan rasakan sendiri (halah), sekarang saya lebih suka happy ending. Saya suka film yang membuat saya senang :)

Saya tak akan menganjurkan orang lain (kecuali anak-anak dan ABG) menonton Akeelah and the Bee, karena belum tentu (atau besar kemungkinan) efeknya tidak akan sama. Hehehe... Tapi kalau ada kesempatan menonton lagi -apalagi ditemani Pendar yang anteng di samping saya-, I'd really looooooovee.... to.

Papa

Pendar sudah bisa menceracau beberapa patah kata. Entahlah apa dia sesungguhnya memahami arti kata itu atau tidak.
Salah satu kata favoritnya sekarang adalah 'papa'.
Semua laki-laki di rumah dipanggil 'papa' oleh Pendar.
Ayah dipanggil 'papa' (Dan kami tetap kekeuh mengajarinya "A...YAAAH....")
Angku dipanggil 'papa'.
Om Omar dipanggil 'papa'.
Om Zaki dipanggil 'papa'.

Kemarin dua orang bapak-bapak menelepon di wartel kami.
Sejak mereka datang, menelepon, lalu membayar, Pendar menataaaap... terus.
Ketika mereka keluar, Pendar tiba-tiba memanggil "Papa!"
Weleh! Huehehehehe......

***Adek Pendar..., laki-laki selain ayah dan Nicholas Saputra, jangan dipanggil 'papa' ya Nak.. ;D

Thursday, July 19, 2007

Pendar sudah 9,5 bulan sekarang. Alhamdulillah :)
Hobinya mandi, tertawa, melihat cicak, teriak-teriak, joget dan ngoprek ponsel ayah :D
Lihatlah fotonya. Itu Pendar.
Semua di wajahnya serba besar: Mata, hidung, bibir...
Seperti ayahnya (semoga kalau sudah besar, badannya nggak sebesar badan ayah ya, Nak).
Saya paling suka melihat dia tertawa. Tawanya menular.
Saya juga suka berbaring di sampingnya. Biasanya dia akan ikut berbaring, lalu berbalik menghadap saya, lalu senyam-senyum :)
Pendar itu pelipur lara, penerang jiwa, penyemangat hari.

Muah muah adek...!!!