Wednesday, February 18, 2004

?

Emangnya keterlaluan ya, kalau saya nggak ngeh *ua*a *e**a*ua* itu koran sore?

Tuesday, February 17, 2004

Musim Kawin

Iya, kan? Iya, kan? Sekarang musim kawin, kan? Coba hitung, berapa undangan yang datang beberapa minggu belakangan ini. Coba hitung, berapa banyak janur yang harus kamu lalui ketika sedang menuju tempat resepsi perkawinan seorang teman atau kerabat.

Teman-teman saya menikah, teman-temannya teman-teman saya menikah, sepupu-sepupu saya menikah, adik saya...rencananya juga menikah tahun ini.

Mungkin karena bulan haji. Bulan baik. Mungkin karena Valentine juga. Love is in the air. Mungkin karena umur. Katanya, umur segini memang sudah sewajarnya mendapat undangan lebih banyak dari biasanya.

I always love wedding. Satu-satunya yang nggak enak cuma menanggapi pertanyaan, "Mana cowoknya? Kok nggak kelihatan? Kapan nyusul? Udah ada calon, belum sih?"

Truz, mungkin karena terbawa suasana, semua orang tiba-tiba gatel jadi mak comblang dadakan.

Percakapan langsung I
Bokap: "Tadi di pesta, Tante *** nanyain kamu, Ey. Katanya, 'Si Eyi udah lulus, kan? Udah kerja? Jodohin aja ama anak gue.' "
Nyokap: "Ah, mama ngga mau besanan sama dia. Nyebelin. Pokoknya kamu jangan sama anaknyalah."
(yee...yang mau juga siapa?)

Percakapan langsung II
Nyokap (lagi): Temen mama, Tante **** dari kemarin2 pengen ngenalin kamu ke anaknya. Dia udah tiga kali ngomong, lho!

Percakapan langsung III
...sekonyong-konyong...
Temen kantor: Kamu mau nggak, aku kenalin sama adiknya pacarku?
(Hah? Lho, kok tiba-tiba ngomong gini?)

Via telpon
temen SMA: Hai, Ey. Bla bla bla bla bla... Eh, si ITU kabarnya gimana? Oh, udah putus? Wah, bagus dooong.... Berarti gue bisa ngejodohin elo sama si *****. Aduuh, dia tuh anaknya baiiiik... banget.

Via YM:
temen kuliah: blablabla..
larilarikecil: blablablabla..
temen kuliah: Lo sekarang lagi ada cowok, nggak?
larilarikecil: Hehehe, nggak.
temen kuliah: Mau nggak gue kenalin sama temen gue?

neruifhcweutgfirjwhfwioaj?!?!?!?!?!

Lagi ada apa, sih? Do I miss something here?

Monday, February 16, 2004

In Love with the Past

"Kok tanda tangan lo arahnya dari belakang ke depan, sih?"
Kalimat ini sering terlontar kl ada yang melihat saya menandatangani sesuatu.

"Iya. Soalnya gue orang yang ga pernah bisa melepas masa lalu. Maunya noleh ke belakang."
Ini jawaban saya. Bercanda, sebenarnya. Tapi kalau dipikir-pikir, ada benernya juga.

Nggak tahu kenapa dan kapan sadarnya, saya suka berbagai hal yang berkonotasi 'lama', 'kuno','jebot'.

Saya pecinta buku bekas. Selain murah (ini kecintaan saya satu lagi: cinta BARANG MURAH!), saya suka pemikiran bahwa buku itu pernah dimiliki orang lain -entah siapa, di satu tempat -entah di mana, pada satu waktu, -entah kapan. Bukannya tidak senang dengan buku baru yang bersih dan masih dalam plastik, tapi ada sesuatu dari halaman-halaman kecoklatan yang aromanya khas dan kadang menyisakan jejak si pemilik lama.

'Nickolas, Michael, London 84' - dari buku kumpulan cerita HC Andersen
(London? Lalu bagaimana si buku bisa sampai di Depok? Mm... mungkin Nickolas dan Michael itu anak diplomat yang ayahnya ditugaskan di Indonesia. Atau mereka kebetulan sedang berlibur di Indonesia. Waktu kembali ke London, buku itu tertinggal di kamar hotel lalu ditemukan seorang roomboy yang kemudian menjualnya beserta koran-koran lama. Lalu si buku berpindah dari satu tangan ke tangan lain sampai akhirnya saya beli dalam sebuah bazar buku di kampus FISIP UI tahun '99. Atau mungkin sejarahnya sama sekali lain dari yang saya bayangkan. Siapa tahu?)

'Untuk Kariani yang lagi nganggur. Semoga suka bukunya. Luv,... (tanda tangannya nggak kebaca), 14 Februari 89' - dari "13 Espionage Stories"
(14 Februari? So maybe this is a valentine's gift? .... Kariani marah karena dikhianati pacarnya, lalu semua barang pemberian si pacar dikumpulkan di halaman belakang untuk dibakar. Sedetik sebelum menuangkan bensin, adik laki-lakinya yang berpikiran praktis dan agak materialistis melempar ide: "Ngapain dibakar? Mendingan dijual semua, terus duitnya buat makan-makan, deh."
Atau.. Kariani ternyata menikah dengan pria lain. Satu malam sang suami menemukan buku itu dalam kardus, "Lho, Ma? Kok kado valentine dari si kampret masih disimpen sih? Aku nggak mau tahu, pokoknya buku ini harus disingkirkan!!!
Atau... mungkin tak ada kaitannya dengan Valentine sama sekali. Masa kado Valentinenya buku tentang spionase, sih?)

'Liem Ie Nio, 1954' - dari "Christmas Carol", Charles Dickens (1954? Mama saya bahkan belum lahir)


Saya penikmat musik oldies. Sampai sekarang, saya tidak tahu banyak soal siapa menyanyikan apa, lagu ini dipopulerkan tahun berapa, dst, tapi setiap mendengar lagu jaman dulu, saya selalu senang. Walau nggak sesenang itu sampai rela berburu ke mana-mana...(pikir-pikir, saya memang tidak pernah BENAR-BENAR suka dengan satu jenis barang sampai jadi kolektor fanatik)


Saya penggemar film-film lama, terutama film Indonesia tahun '70-an, terutama lagi yang bintangnya Rano Karno. Rasanya nggak pernah bosan menonton "Gita Cinta dari SMA" dan sekuelnya, "Puspa Indah Taman Hati". Tiap kali diputar di TV, saya pasti nonton. Saya juga suka film-filmnya Ateng & Iskak, apalagi "Ateng Minta Kawin". They're just terific. Terus, saya nggak pernah kapok nonton Warkop versi mahasiswa. Meskipun sudah hapal di mana bagian-bagian lucunya, masih bisa ketawa.
Saya suka "My Girl", "Forest Gump", "Grease", salah satunya karena settingnya lama.


Saya TERAMAT SANGAT TERTARIK SEKALI dengan ide penjelajahan waktu; mesin yang melintasi batas dan ruang. Kalau suatu hari mesin semacam itu tercipta, saya rela jadi kelinci percobaan. Dan daripada mengintip masa depan, saya lebih ingin kembali ke masa lalu.


Saya jarang membuang barang. Alasannya: kenangan. Saya punya botol minyak kayu putih kosong yang sudah 10 tahun saya simpan karena si botol mengingatkan saya akan satu minggu menyenangkan yang pernah saya alami. Saya punya pensil 2B super pendek yang saya pinjam dari seorang kecengan di bangku SMP. Saya menyimpan surat, tiket kereta, tiket bioskop, segepok struk wartel, bahkan bon makan; Semua yang mengingatkan saya pada pacar pertama.


...
So I guess, if I had to be one of the character in Charles Dickens's Christmas Carol, I'd choose 'the Ghost of the Past'.

Tuesday, February 03, 2004

Jagain Mbak War

Di depan rumah saya ada neon box biru putih bertuliskan Wartel Global Com. Kapan tepatnya si neon box itu berdiri di sana, saya lupa. Wartelnya sendiri, kalau nggak salah, dari tahun 2000. Ekses krisis moneter. Waktu itu si bokap terpaksa jual beli mobil (iya, jual mobil, beli peralatan wartel).

Karena namanya Global Com, banyak orang yang ketipu. Awal-awal buka, banyak yang masuk dan celingak-celinguk, "Internetnya di mana, Mbak?" Pas dijawab, "Nggak ada", mereka nanya lagi, "Kok namanya pake 'com'?"

Jagain wartel itu seperti ngejaga bayi. Nggak bisa ditinggal, maksudnya. Sejak ada wartel, kami sekeluarga jarang pergi dengan formasi lengkap. Minimal harus ada satu orang yang tinggal buat jaga wartel. Puncaknya, Lebaran kemarin, saya dan adek nggak ke mana-mana pas hari pertama. Alasan nyokap, "Sayang kl wartelnya ditinggal. Lagi rame, nih." Saya nyengir, adek saya ngamuk.

Jaga wartel itu mesti sabar, terutama menghadapi mereka yang udah nelpon tapi nggak bawa uang :p Kejadian ini cukup sering. Ada yang uangnya kurang dikit, ada yang kurang banyak (biasanya yang model gini harus ninggalin KTP). Trus mereka sambil senyum malu-malu akan berkata, "Bentar ya, Mbak. Saya ambil duit dulu." Banyak yang balik, ada juga yang nggak. Ada juga IBU-IBU(!!) yang setelah menelepon puluhan ribu (!!!) bisa dengan santainya ngomong 'nggak bawa uang'. Diminta ninggalin KTP, nggak bawa KTP. Nah, lho! Lain lagi nih orang! Begitu kami nyerah dan bilang, "Ya udah, deh, Bu", dia bukannya keluar, malah masuk KBU lagi. "Lho lho lho? Ealah..Bu, kok malah mau nelpon lagi?!?!?"

Jadi penjaga wartel kadang-kadang terasa seperti bartender atau bencong salon, yang banyak denger curhatan pelanggan. Selama kami sekeluarga gantian jaga, udah banyak cerita yang kami tampung. Saya sendiri beberapa kali menangkap basah beberapa perempuan yang nangis pas nelpon atau setelah nelpon (pengen banget bisa sekadar nyapa, 'kenapa, mbak?' tapi belum tentu dia suka ditanya, kan?).
Waktu itu, malam-malam, ada cewek datang dan ngakunya sih sedang dikejar-kejar orang. Dia sembunyi sekitar setengah jam di balik meja wartel, sambil nelpon temennya, minta dijemput. Kepalanya pakai wig, kakinya tidak beralas, tubuhnya dibalut tank top, dan pakai celana ketat (bukan mau menghakimi, ini cuma penggambaran cewek itu :p). Untung, dia akhirnya dijemput temannya.

Yang agak serem (minimal buat saya) juga ada. Waktu itu ada bapak-bapak datang. Nyokap yang kebetulan lagi jaga. Setelah curhat bla bla bla tentang kondisi rumah tangganya, dia tahu-tahu ngomong, "Gimana kalau saya bunuh aja istri saya, Bu?" Waaaaaaa......

(Tx, Don)