Saya mencintaimu, Ibu. Iya, cinta, saya yakin. Saya mencintaimu karena.. Nanti dulu, adakah cinta butuh 'karena'? Saya mencintaimu karena cinta itu sendiri. Karena rasa hangat yang merambat ketika episode-episode masa kecil itu terputar ulang dalam kepala.
Saya telanjang, memeluk pinggul ibu erat-erat, mata terpejam, kepala tengadah. Pelan-pelan, guyuran air jatuh ke kepala, membasahi rambut dan seluruh tubuh. Lagi, lalu lagi, lalu lagi. Lalu wangi shampo bayi dan pijitan lembut di kepala. Lalu air lagi, lalu lagi, lalu lagi.
Lalu pertanyaan itu: "Nanti kalau aku udah gede trus punya suami, tapi belum bisa keramas sendiri gimana?"
Dan jawabannya: "Nanti lama-lama juga bisa.."
Saya ingat. Saya ingat perasaan lega dan nyaman yang selalu hadir ketika kamu menjemput saya di sekolah.
Saya ingat betapa gelisahnya saya ketika kamu tak
ada, dan begitu girangnya saya kala kamu pulang.
But nothing stays the same, they say.
Ada apa dengan kita? Sosokmu berubah jadi telunjuk
besar yang menuntut saya untuk bertindak, bersikap,
bertutur, berpakaian, bersahabat, berpacaran,
berdiri (iya, BERDIRI!) seperti yang kamu mau.
Lalu pergilah saya. Saya tiadakan kamu dalam
sebagian besar langkah saya. Kenapa? Karena
segalanya hanya akan bertambah rumit kalau kamu
tahu. Karena tiap aksi hanya akan mengundang
reaksi yang tak saya harapkan. Jadi saya pergi.
Kamu tak ada, ibu. Kamu tak tahu kalau putri
sulungmu ini pernah beberapa kali kabur ke Bandung
untuk bertemu seorang laki-laki. Kamu tak ada
di malam-malam jahanam saya, ketika saya terisak
keras sampai begitu sulit bernapas. Kamu tak
tahu kalau saya pernah membenturkan kepala ke
kaca jendela karena menyesali satu perbuatan
tolol yang saya lakukan.
Tapi saya mencintai kamu, ibu. Dan saya yakin
kalau kamu mencintai saya ratusan kali lipat lebih
besar. Jadi maafkan saya, ampuni saya karena
kemarin saya telah memantapkan hati: Kelak,
saya tak ingin jadi ibu seperti kamu.
Wednesday, June 16, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
15 comments:
yang sabar ya bu...
gw yakin kok kalian masih saling menyayangi satu sama lain, hanya saja karena pergerakan waktu, cara berkomunikasi-nya juga harus sedikit dimodifikasi,
ibu biasanya kembali jadi sosok yg diterima, setelah kita ngerasain punya anak sendiri. cerita klasik banget ya, yi... selalu berulang dari generasi ke genearasi, bikin gue harus siap kalo suatu hari itu terjadi sama gue :(
Moms are wonderful!
-erly-
GrayArea.GoBlogMedia.com
pariman: i know excactly what u mean.
roi: iya, pak. sabar sabar sabar sabar sabar.. :)
neenoy: iya, mbak. klasik banget. entah berapa banyak orang yg udah ngalamin. aku sih berharap, smg ga perlu menunggu selama itu.
erly: bersyukurlah kamu yg bisa dengan lantang mengatakan itu :)
gue pernah ragu apakah gue sayang atau hanya takut pada ibu. tapi gue salut ama ibu gue yg bisa berubah di usianya yg udah tua. dan kini kami berdamai, meski gue tahu dia masih nggak ngerti dunia gue sepenuhnya, tapi itulah: kami paham bahwa kami tidak bisa saling memahami, but at least we try to.
serny: iya ser. lo bener. bener banget. kita juga bisa jd kayak gitu ya?
anonymous: makasih ya. mkn suatu saat saya juga bisa begitu.
Yi..udah kepengen jadi ibu ya? :D
Yang pertama;
Hari kemarin.
Aku tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Aku tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Aku tak mungkin lagi menghapus kesalahan;
dan mengulangi kegembiraan yang aku rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat;
lepaskan saja.
Yang kedua:
Hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Aku tak tahu apa yang akan terjadi.
Aku tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Aku tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba;
biarkan saja.
Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diriku untuk hari ini.
Aku dapat mengerjakan lebih banyak hal
Hari ini bila aku mampu memaafkan hari kemarin
Dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini.
Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini;
Hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, Meski mereka pernah berlaku buruk padaku.
Yang harus ku ingat bahwa aku menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka.
Sejuta sahabat dan kekasih bisa dicari tapi ibuku hanya satu.
Langkah dan tetes keringatku hanya untuk membahagiakan senyumnya.
Doa ibuku menahan letupan keluhku, agar terjaga akan cintanya.
Doaku menghapus air mata ibuku dan menghantarkan harapnya.
siwoer: hehe, amin, pak. :)
musafirnikon: selamat dataaaang.. :) iya betul. yg ada cuma hari ini. bahkan cuma detik ini.
nice entry :)
Ajak nomat bareng aja Ey!
Konon katanya seseorang yang paling berperan atas kesuksesan seseorang adalah rasa hormatnya pada ibunya.. Meskipun kemudian mungkin jadi sulit disaat ada beberapa hal yang tidak sesuai dg pemikiran ataupun harapan kita.. tapi setelah beranjak dewasa, saya jadi lebih merasakan perbedaan pikiran ataupun harapan yg tidak sesuai itu bukanlah apa-apa dibanding dg pemberian suatu penghormatan yg layak bagi pengorbanan ibu dan kasih sayang tulusnya baik yg kasat mata maupun yg tidak.. I luv my mum and God too!!
i don't know what i feel towards my mother, maybe it's love, maybe it's just an obligation. i don't know what my mother feels towards me, maybe it's love, maybe it's just an obligation. i don't know if that matters anymore to me.
pip: makasi pip. kapan online lagi? :)
atta: kalau jauh, aku paling kangen sama zaki, ta ;)
jabrik: wah, mana mau dia? kl makan mungkin masih mau. hehe..
asri: thank u ya asri. ibu kamu pasti seneng punya anak kayak asri.
imel: lho, kok malah nyesel? kenapa, mel?
verypurpleperson: begitu banyak 'i dont know'nya. katanya, kadang2 kita emang ga usah mencari. in time, everything will reveal itself. well, i hope so.
Ibu ... semua ibu sama aja keliatannya ... seorang ibu adalah sebentuk kekhawatiran yang besar dan diselimuti kasih sayang tiada tara ...
Q
Post a Comment