Thursday, January 20, 2005

Satu Pagi, Sebuah Mikrolet, Seorang Pemuda

Pagi itu -seperti biasa- saya mencegat mikrolet di perempatan lampu merah dekat rumah. Setelah mikrolet jurusan Cawang itu datang, saya -seperti biasa- memilih duduk paling pojok, dekat jendela belakang yang besar itu. Tepat di depan saya, duduk seorang pemuda bertopi, telinganya tersumbat earphone. Ini juga biasa. Yang tidak biasa adalah ketika saya tiba-tiba melihat dia mulai mengangguk-angguk.

Apa yang kamu pikirkan kalau melihat seorang pemuda memakai earphone sambil mengangguk-angguk?
"Ah, dia pasti sedang mengikuti beat musiknya."
Begitu? Iya, saya juga -biasanya- berpikir begitu.

Tapi ada sesuatu yang tidak biasa dari anggukan- anggukan si pemuda bertopi yang telinganya tersumbat earphone itu.

Bagaimana saya menjelaskannya?
..............................
Dia mengangguk dengan beberapa anggukan pendek, cepat, dan agak keras menghentak.

Jelas? Belum, ya?
Jadi begini: Kalau satu anggukan = 'tep', maka yang dia lakukan begitu mengangguk adalah 'tepteptepteptep'. Pendek-pendek, cepat, dan agak keras menghentak. Setelah itu diam. Tak lama, dia ber-'tepteptepteptep' lagi.

Terus? Kamu mungkin bertanya, apa yang aneh dari itu? Apa yang 'tidak biasa'? Tidak, seharusnya mungkin tidak aneh, biasa saja. Tapi saya tak bisa menganggap begitu.

Kenapa?
Karena saya tiba-tiba teringat masa kecil saya.
Dulu, jaman SD, saya nyaris selalu punya kebiasaan jelek. Salah satunya -ya, tul!- mengangguk-angguk itu. Beberapa anggukan pendek, cepat, dan agak menghentak.
Saya sendiri tidak tahu kapan kebiasaan itu berawal, atau kenapa. Yang saya ingat, tahu-tahu saya jadi sering mengangguk-angguk. Saya terganggu juga sebenarnya, dan berusaha menghilangkan kebiasaan itu. Kalau keinginan untuk mengangguk datang, saya tahan sekuat mungkin. Tapi biasanya gagal. Tak berapa lama, saya kembali mengangguk-angguk lagi, lebih keras dari biasanya malah, sebagai pelampiasan hasrat mengangguk yang tadi sempat ditahan.

Lalu suatu hari kebiasaan mengangguk itu hilang.
Kok bisa?
Karena saya menggantinya dengan kebiasaan lain.
Bukan jadi menggeleng, tapi berkata 'eb'('e' bedak, bukan 'e' bebek). Ya, betul.
'Eb'. Coba bilang 'eb', tapi katupkan mulutmu. 'Eb', tanpa membuka mulut. Ya, begitu. Tiap beberapa menit sekali, saya spontan berucap 'eb'.

Kebiasaan ini juga akhirnya hilang suatu hari, tapi saya kemudian punya kebiasaan jelek lain (tentunya). Tahu-tahu, saya terbiasa menjulurkan leher. Pendek saja, asal terasa di leher ya sudah.

Masih ada lagi. Saya pernah punya kebiasaan menggosok dan memencet hidung, terutama kalau sedang grogi. Walhasil, hidung saya sekarang adalah organ tubuh yang cukup sering kena sindir orang lain karena bentuknya yang memang mengundang komentar:( Hehehe...

Saraf?
Sepertinya bukan. Toh sekarang saya bisa berhenti dan tak punya kebiasaan jelek lagi. Kata seorang teman yang lulusan fakultas psikologi, saya dulu pasti memiliki tingkat kecemasannya tinggi. Kecemasan itu ditekan sedemikian rupa lalu keluar dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan jelek itu.

Aneh?
Memang. Tapi sepertinya penjelasan soal 'tingkat kecemasan yang tinggi' itu memang masuk akal. Saya dulu MEMANG sering cemas berlebihan, takut pada banyak hal, dan kurang percaya diri. Semua itu masih suka terbawa-bawa sampai sekarang, tapi -syukurlah- dalam taraf yang sudah tak terlalu mengkhawatirkan. Minimal tidak sampai membuat saya mengangguk, ber-'eb', atau menjulurkan leher.


Kembali ke pagi itu, di mikrolet, saat saya bertemu si pemuda bertopi yang telinganya tersumbat earphone dan cara mengangguknya mengingatkan saya pada (salah satu) kebiasaan jelek saya dulu.

Saya memalingkan wajah dari dia, tak berani memandang lagi. Bahkan ketika beberapa orang di samping saya turun, saya bergeser menjauh.

Kenapa?
Karena saya tiba-tiba merasa takut kalau anggukannya itu menular. Saya takut kalau tahu-tahu saya terbiasa mengangguk-angguk lagi.

Dari sudut mata, saya melihat dia mengangguk lagi, seketika saya merasa jijik.
Lho? Kenapa mesti jijik?
Mungkin saya tidak jijik pada dia, atau anggukannya. Mungkin saya jijik karena teringat kalau saya dulu punya kebiasaan yang menjijikkan. Tak tahulah, saya nggak ngerti juga. Yang saya tahu, saya makin merasa tidak nyaman berada semikrolet dengan pemuda bertopi yang telinganya tersumbat earphone itu.

Saya mulai menimbang-nimbang. Apa saya harus keluar dari mikrolet itu dan berganti mikrolet lain?
Ah!

10 comments:

mpokb said...

lho, setahu gua ada satu lagi kebiasaan elu deh Yi, tp di sini banyak yg seperti itu.. hehehe.. apa coba?

mpokb said...

lha? kok ilang? curaaangg... kalo lagi kaget elu kan suka ngomong apaaa.. gitu.. ketularan anak2 sini ya? hehehe.. becande Yi.. ;D

mpokb said...

shoutbox-nya kok dicopot sih Yi? pake lagi atuh..

neenoy said...

gue kalo lagi bengong suka nyabutin rambut. makin gatel, makin seru. hehe.. itu termasuk pelampiasan kecemasan bukan ya? :)

jabrik said...

Uh, kirain kisah cinta di mikrolet. Bocoran: kami (gw dan ipat) suka bentuk idung elo, unik! Sering maksa: "Idung Arwen mirip tante Eyi, ya...."

verypurpleperson said...

Kalo gue dulu waktu SD, setiap jam makan, akan makan sambil diseling gerakan mengusap alis kiri, alis kanan, tarik hidung dan gosok hidung, setiap beberapa detik. Nyokap gue waktu itu kayaknya udah hampir meledak saking irritated-nya melihat hal itu. Karena itu gue paling takut dengan acara makan bersama hehehe. Kalo sekarang udah ngga lagi sih.
Tapi sejak membaca postingan ini, kok gue jadi mengangguk-angguk terus yah?

another storage... said...

huehehe... eyiiiii.. angguk-angguk dong... gue samperin deh ke meja elo.. huehehehe... :D

kebiasan? mm... gue ga punya kebiasaan yg berarti.. krn memang semuanya biasa-biasa aja.. cuma satu kebiasaan gue dari dulu sampe skrg, biasa sarapan.. kalo ga sarapan bisa pusing..

imponk said...

hmm... kok bisa ya?

aku pernah mempunyai tetangga yang waktu kecil juga mempunyai kebiasaan aneh. bukan aneh sih sebetulnya, tetapi kalau melihat juga seperti itu. b'gini, dia kan masih kecil. tau sndiri kan anak kecil, pasti dikudang-kudang (bs.jawa, aku gak tau indo-nya). nah, waktu di kudang itu dia langsung gedek-gedek. kepalanya ke-kanan-ke-kiri. :D

apakah kaya' begitu?

Anonymous said...

cakep gak yi anaknya ;)

eyi said...

mpokb: hehehe, iya, gue hampir lupa sama kebiasaan yg satu itu lagi, bin. btw, shoutboxnya bkn dicopot, tapi kecopot (nah lho!)

neenoy: nanti saya tanyakan dulu sama teman saya yg lulusan psikologi itu ya mbak ;)

atta: amiiiiiinnn... :D Akhirnya ga jadi pindah, karena orangnya keburu turun sebelum saya membuat keputusan. hehehe

jabrik: huehehehehehe... ini komen paling heboh :D
If only i got a nickle for every 'nose compliment' like that, i would had.... well, A NICKLE!!! ;)

verypurple: :) dan begitu membaca komenmu, saya langsung mengusap alis kiri, alis kanan, tarik hidung, dan gosok hidung

ceritaku...: biasa sarapan, maem siang, n malem ya the...??? ;)

imponk: huhuhuhu, beneran nih ponk, aye kagak ngarti, 'dikudang2' noh diapain yak?

siwoer: nah lho!! kan udah ada yg buat dipeluk2 tuh. lupa ya sama foto di blogmu itu? ;p